Dua Kota di China Akan Alami Ledakan Orang Kaya

Dua kota di China, Beijing dan Shanghai akan menjadi lokasi yang paling populer untuk investasi properti mewah dalam 10 tahun ke depan. Menurut laporan yang dirilis oleh Knight Frank LLP, penduduk China yang memiliki aset lebih dari USD 30 juta akan tumbuh sebesar 80 persen selama periode tersebut.

“Pada tahun 2023, China akan memiliki 14.213 orang super kaya yang memiliki aset aktif bersih lebih dari USD 30 juta tanpa termasuk tempat tinggal. Hal ini akan membuat China berada di urutan ke-13 yang memiliki warga jutawan terbanyak,” kata Knight Frank LLP.

Potensi rakyat China yang dapat mengumpulkan orang kaya dalam jumlah akan membuat Shanghai berada di posisi ke-5 dan Beijing berada di posisi ke-6 dalam hal kota dengan orang kaya terbanyak pada tahun 2024. Pada tahun 2014, Shanghai mendapat peringkat ke-6 dan Beijing di peringkat ke-9.

“Hong Kong yang peringkat ke-4 pada tahun 2014 akan naik ke posisi 3 pada tahun 2024. Daratan Cina akan memiliki kehadiran orag kaya baru dalam jumlah banyak. Hong Kong akan terus menikmati keuntungan sebagai jembatan resmi yang menghubungkan daratan Cina dan seluruh dunia dalam 10 tahun ke depan,” ujar Thomas Lam, kepala penelitian dan konsultasi Knight Frank LLP di China.

Lonjakan populasi orang kaya China telah membuat Beijing dan Shanghai menjadi kunci kenaikan harga pasar properti perumahan high-end di China. Saat ini, harga 1 unit perumahan di Beijing melonjak sebesar 17 persen menjadi USD 17.100 per meter persegi pada tahun 2013, dibandingkan dengan tahun 20122 yang hanya 2,3 persen.

Nicolas Holt, kepala penelitian Asia Pasifik Knight Frank, mengatakan bahwa pembeli rumah mewah di China, terutama di Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Guangdong biasanya membayar pembelian sebagian besar rumah baru secara tunai.

Jutawan China tidak hanya mengincar properti domestik, Holt mengatakan, mereka juga sudah mulai membeli perumahan real estate dan komersial di luar negeri pada tahun 2013. Tujuan pembelian itu sendiri diantaranya untuk penggunaan pribadi maupun sebagai investasi.

Menurut Holt, China saat ini menyumbang 30 persen pasar properti Australia dan 13 persen pasar properti AS. Tahun lalu, raksasa properti China, Fosun International membeli Chase Manhattan Plaza di New York City seharga USD 725 juta, dan Greenland Holding Group sudah mengakuisisi 70 persen saham dalam proyek apartemen senilai USD 5 miliar dari Atlantic Yards, di Brooklyn, New York.

“Krisis ekonomi AS pada tahun 2008 dan 2009 telah memberikan pukulan keras terhadap pasar properti real estate komersial di Amerika Utara dan Inggris. Sementara pembeli harus membayar CNY 70-80 ribu per meter persegi untuk membeli ruang kantor di Beijing, namun mereka hanya harus membayar CNY 30-40 ribu untuk properti serupa di AS atau Eropa. Itulah yang memotivasi jutawan di China untuk membeli properti di luar negeri,” ucap Lam.

Michelle Zhang, kepala Knight Frank China menyebutkan, kekurangan orang kaya asal China dalam berinvestasi properti di luar negeri adalah kurangnya pemahaman tentang hukum pasar.

“Mereka tidak bisa membeli sebidang tanah atau harta hanya karena memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah lokal di Inggris. Itu sebabnya mereka perlu menemukan mitra lokal untuk berinvestasi di luar negeri,” kata Zhang.

Zhang menambahkan, belakangan ini juga bahwa banyak orang kaya China yang lebih memilih membeli properti di kota-kota lapis kedua seperti Birmingham di Inggris dan Houston di AS. Hal itu disebabkan karena lebih murahnya harga properti dan baiknya transportasi di kota-kota tersebut.

Nemi/Journalist VM/BL-economic china

Editor: Rimba Laut

Pic : telegraph


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*