DPP REI Mendesak Pemerintah Merevisi Harga Rumah Bersubsidi Naik 15%-20%


shadow

Financeroll – DPP Realestat Indonesia (REI) mendesak pemerintah merevisi harga rumah bersubsidi dengan menaikkan harganya sebesar 15%-20% setelah penaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Wakil Sekjen DPP REI Tri Wediyanto mengatakan kenaikan bahan-bahan material bangunan mencapai 12,5%-20% pasca penaikan harga BBM, sedangkan kenaikan harga tanah mencapai 20% per tahun.

Kalau harga rumah bersubsidi tidak dinaikkan, maka pengembang akan merugi.

Jika harga rumah bersubsidi tidak dinaikkan, maka pengembang akan enggan menyediakan rumah tapak.

Mereka akan lebih senang menyediakan rumah menengah atas yang harganya tidak ditentukan pemerintah melainkan mengacu harga pasar.

Namun ada kebijakan pemerintah yang dinilai memberikan semangat bagi pengembang untuk menyediakan rumah bersubsidi, seperti masih diteruskannya pola subsidi rumah tapak dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).

Selain itu, pemerintah juga berjanji untuk membuat terobosan terkait dengan perizinan pembangunan rumah bersubsidi dengan memangkas pentahapan perizinan.

Izin-izin yang tidak terlalu vital nantinya cukup diselesaikan di tingkat kecamatan, tidak perlu ditangani di tingkat kota/kabupaten.

Terkait dengan kekhawatiran bahwa pengalihan perizinan ke tingkat kecamatan malah berpeluang menumbuhkan budaya pungutan oleh aparat setempat, dengan adanya pengalihan tersebut tentu nantinya akan diimbangi dengan supervisi dan pengawasan yang sangat ketat.

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) Jatim Makhrus Sholeh meminta agar prosedur pengurusan dan waktu pemrosesan sertifikat maupun izin lainnya di Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa dipermudah dan dipersingkat.

Dengan kemudahan proses pengurusan maupun cepatnya penyelesaian penerbitan sertifikat maka akan dapat menghilangkan praktik calo kepengurusan pengurusan sertifikat.

Karena peran calo yang kuat, penyelesaian sertifikat tanah maupun izin lainnya bisa sangat lama jika harga yang dipatok calo tidak dipenuhi pemohon, pengembang.

Adanya calo dalam proses pengurusan sertifikat maka berdampak peningkatan biaya yang harus ditanggung pengembang.

Tri Wediyanto mengaku masih tidak tahu kebijakan pemerintah terkait dengan kemudahan perizinan untuk pengembang di BPN.

Terus terang belum tahu arah kebijakan BPN terkait dengan tuntutan kemudahan pengurusan izin-izin di sana.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*