Dolar Terus Menguat, Harga Premium Bisa Naik Lagi

TEMPO.CO , Jakarta: Direktur Institute For Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati mengatakan anjloknya nilai tukar rupiah yang berkelanjutan akan berdampak secara tak langsung ke masyarakat. Harga bahan bakar minyak bersubsidi berpotensi naik melebihi harga keekonomisan pasar.

“Pasalnya, cash flow Pertamina menjadi tidak sehat,” ujar Enny ketika dihubungi, Kamis, 13 Maret 2015.

Musababnya, menurut Enny, pelemahan rupiah akan menyebabkan beban operasional koorporasi meningkat. Akibat pemerintah tak lagi mensubsidi harga BBM Premium, maka tak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk menjaga harga BBM itu. Sebaliknya, Pertamina akan menjadi leluasa untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, terlebih jika menjadikan faktor beban operasional sebagai alasan utama.

“Belum lagi beban utang,” kata Enny. Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2014, utang PT Pertamina (Persero) US$ 34,1 miliar. Karena itu, menurut Enny, sudah sewajarnya Pertamina akan menaikkan harga bensin untuk menutupi defisit operasional. Enny menambahkan, bukan tak mungkin, hal serupa terjadi pada PT PLN (Persero).

Enny mengkritisi sikap tenang pemerintah terhadap situasi melemahnya nilai tukar rupiah ini. Menguatnya dolar Amerika Serikat memang berasal dari faktor eksternal, tapi bukan serta-merta pemerintrah hanya berpangku tangan saja.

Menurut Enny, pemerintah tetap harus memperhatikan cadangan devisa, kestabilan harga komoditas, dan penggalangan penggunaan rupiah di dalam negeri.

Dalam penutupan perdagangan Kamis, 12 Maret 2015, rupiah pun berhasil naik tipis 9,5 poin (0,07 persen) ke level 13.182,5 per dolar AS. Laju positif rupiah tersebut sejalan dengan penguatan sebagian kurs regional yang lain.

ANDI RUSLI


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*