Dolar Tembus Rp 13.000, Buat Pedagang Ritel Susah Jualan

Jakarta -Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai berpengaruh kepada produk-produk ritel. Salah satu yang paling kena dampak adalah produk elektronik high end seperti televisi LCD, lemari es, hingga Air Conditioner (AC) yang 100% komponen dan produknya impor.

“Produk kami ada dua jenis yaitu, produk dari dalam negeri dan impor seperti elektronik high end. Kita omong apa adanya jujur harganya naik,” ungkap Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta, saat berdiskusi dengan media di Kopitiam Resto, Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Tutum menjelaskan, pada dasarnya harga internasional elektronik tidak mengalami kenaikan. Hanya saja saat produk tersebut masuk ke Indonesia, pengusaha harus membeli dolar dengan nilai jauh lebih besar.

“Harga lemari es tetap US$ 100, tetapi kamu lihat tadi harganya melonjak dari awalnya Rp 1 juta sekarang menjadi Rp 1,4 juta,” imbuhnya.

Tutum mengungkapkan, produk ritel lainnya yang rawan terjadi kenaikan akibat pelemahan nilai tukar rupiah adalah, produk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan impor. Tutum berpendapat pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya membuat susah masyarakat tetapi pelaku usaha ritel.

“Penentuan harga dipatok dalam hitungan hari ke depan. Jadi serba sulit. Kami tidak ingin mengambil margin berlebihan dan kami juga tidak ingin rugi. Mau berapapun dolar itu, perlu ada kestabilan. Fluktuasi yang tinggi pasti akan berspekulasi, yang dirugikan konsumen dan kami juga susah jualan,” keluhnya.

Akibat dari kondisi ini, pergerakan sektor bisnis ritel di dalam negeri dipastikan terganggu. Yang ia takutkan adalah, pertumbuhan sektor bisnis ritel dalam negeri justru akan turun, apabila pemerintah tidak tanggap dan menyelesaikan masalah ini.

Sebagai gambaran, pertumbuhan sektor bisnis ritel dalam negeri tahun 2014 hanya 8% atau lebih rendah dari pertumbuhan bisnis di tahun 2013 yang mencapai 10%.

“Yang kita harapkan dari pemerintah adalah mendorong daya beli masyarakat yang sekarang ini melemah. Ekonomi kita terlalu rentan dan pemerintah tidak konsisten membuat kebijakan,” tandasnya.

(wij/rrd)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*