Dolar Tembus Rp 13.000, Analis Asing: Euforia Jokowi Tak Bertahan Lama

Jakarta -Nilai tukar rupiah masih dalam tren melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak pekan lalu. Banyak faktor yang menyebabkan rupiah terkena tekanan.

Menurut Analis Valuta Asing Senior dari ANZ, Khoon Goh, tren pelemahan rupiah ini mulai terjadi setelah euforia pemilu presiden (pilpres) Republik Indonesia (RI) akhir tahun lalu.

Ia mengatakan, rupiah berhasil menekan dolar AS pada saat kampanye pilpres. Mata uang Paman Sam itu bisa ditekan hingga di kisaran Rp 11.495 pada rentang 25 Juni sampai 23 Juli 2014. Arus dana asing pun masuk dengan kencang.

Namun sayang, tren penguatan itu tak lama berbalik arah seiring dengan pudarnya euforia pilpres dan terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden RI.

“Euforia terkait terpilihnya Presiden Jokowi di 2014 tidak bertahan lama,” kata Goh seperti dikutip CNBC, Kamis (5/3/2015).

Pelemahan rupiah ini sudah terjadi sejak pekan lalu, sejak suku bunga acuan alias BI Rate dipangkas 25 basis poin ke 7,50%. Ditambah pula rencana The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga yang menjadi sinyak pemulihan ekonomi AS.

Dolar AS saat ini diperdagangkan di posisi Rp 13.023. Menguat dibandingkan saat pembukaan pasar pagi tadi yaitu di Rp 13.015.

Terakhir kali dolar AS mencapai level Rp 13.000 adalah pada Juli 1998. Saat itu, Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi (atau dikenal sebagai krisis moneter/krismon) yang menyebabkan rupiah begitu terpuruk.

“Bank sentral (BI) mungkin masih akan nyaman dengan rupiah berada di kisaran Rp 13.000, tapi hal ini bisa memicu keluarnya arus dana asing,” kata Kepala Strategi Valuta Asing dan Pendapatan Tetap Macquarie, Nizam Idris.

(ang/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*