Dolar Kinclong, Benarkah Eksportir Untung Besar?

Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pekan lalu sempat melemah cukup dalam. Dolar AS sempat menyentuh level Rp 13.000, tertinggi sejak Agustus 1998.

Sejumlah pihak, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), menyebutkan bahwa keperkasaan dolar berdampak positif bagi ekspor Indonesia. Produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif.

Namun, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan tidak semua sektor usaha menikmati imbas positif dari pelemahan rupiah. Bagi industri garmen, tekstil, dan alas kaki, hal itu dinilai tidak berlaku.

“Pelemahan rupiah nggak ngaruh apa-apa ke pendapatan ekspor kita karena biaya produksi kita sudah terlebih dahulu naik. Pasar kan tidak bisa terima perubahan tiba-tiba, makanya kita tetap jual di harga lama. Makanya kalau ditanya pendapatan, nggak ada kenaikan apa-apa meski rupiahnya melemah,” papar Ade di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal, Senin (22/12/2014).

Peningkatan biaya produksi, lanjut dia, dipengaruhi oleh pencabutan subsidi listrik untuk industri. Tanpa subsidi, pelaku usaha harus membayar penuh listrik yang digunakannya.

Ade menyebut, biaya listrik menyumbang 20% terhadap komponen biaya produkai produk tekstil. Hal serupa juga dialami industri sektor sepatu. Selain merugikan pelaku usaha, hal ini kata dia juga membuat industri tekstil Tanah Air menjadi tidak kompetitif.

“Saat ini kita bayar listrik US$ 10,5 sen (Rp 1.260) per KWH. Korea saja bayar listrik hanya US$ 6 sen, Vietnam juga cuma US$ 6 sen. Padahal kita katanya lumbung energi. Tapi kita bayar listrik saja mahal,” tegas Ade.

Selain listrik, Ade juga menyinggung masalah upah buruh yang terus naik tanpa dibarengi peningkatan produktivitas. Padahal, tekstil, garmen, dan alas kaki merupakan industri padat karya.

“Tekstil dan sepatu adalah usaha padat karya, upah buruh jadi sangat dominan. Bisa 30% dari biaya produkai. Ditambah listrik tadi, harusnya menyebabkan harga produk kami naik 40%. Tapi nggak bisa karena pasar nggak bisa terima perubahan tiba-tiba. Makanya kami malah merugi,” paparnya.

(dna/hds)


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*