Dolar AS masih di bawah tekanan terhadap mata uang Asia

Tokyo (ANTARA News) – Kurs dolar Amerika Serikat masih di bawah tekanan jual terhadap mata uang utama dan negara berkembang di perdagangan Asia pada Jumat, dengan ringgit di jalur untuk mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak 1998.

Mata uang Malaysia melonjak 2,64 persen terhadap unit AS di perdagangan sore, naik lebih dari enam persen untuk minggu ini, sementara rupiah Indonesia menguat 3,68 persen, melonjak sembilan persen untuk minggu ini.

Risalah pertemuan Federal Reserve yang dirilis Kamis telah menaikkan harapan bahwa bank sentral AS tidak akan menaikkan suku bunganya dalam waktu dekat, meningkatkan banyak mata uang berimbal hasil lebih tinggi atau berisiko.

Mata uang negara-negara berkembang atau “emerging market” telah telah terpukul dalam beberapa bulan terakhir karena meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga AS, sementara pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat.

Devaluasi mengejutkan oleh Beijing atas mata uang yuan pada Agustus juga memicu aksi penjualan di pasar global yang menghapus triliunan dalam nilai pasar.

Itu menyebabkan para investor menarik uang mereka keluar dari negara-negara yang berimbal hasil lebih tinggi, berisiko tinggi, seperti Indonesia dan Thailand karena mereka mencari tingkat keuntungan yang lebih aman di Amerika Serikat.

Dengan rencana kenaikan suku bunga The Fed sekarang menjadi lebih rumit, bertaruh kenaikan suku bunga pada 2016, membawa beberapa kepercayaan yang sangat dibutuhkan kembali ke pasar-pasar negara berkembang minggu ini.

Terhadap unit “safe haven”, dolar diperdagangkan pada 120,01 yen dari 119,92 yen.

Euro naik menjadi 1,1286 dolar pada akhir perdagangan Jumat sore dari 1,1275 dolar. Terhadap yen, mata uang tunggal berpindah tangan pada 135,44 yen dibandingkan dengan 135,26 yen.

“Risalah menunjukkan Fed lebih dovish tentang ekspektasi inflasi, sehingga kecuali ini meningkat, akan sulit bagi Fed untuk mulai menaikkan suku bunga,” Hiroshi Kurihara, kepala ekonom di Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd. di New York mengatakan kepada Bloomberg News.

“Dolar dalam jangka pendek kemungkinan akan tertekan oleh sedikit peningkatan sentimen risiko — terutama karena pemulihan harga minyak — yang telah mendukung mata uang sumber daya,” tambah Kurihara.

Para pembuat kebijakan pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) 16-17 September memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga federal fund nol tidak berubah, karena beberapa

anggota menyatakan kekhawatiran bahwa inflasi yang rendah, jauh di bawah target The Fed 2,0 persen, telah bertahan meskipun ekonomi sedang tumbuh.

Baht Thailand naik 0,38 persen, dolar Singapura naik 0,21persen, won Korea Selatan menguat 1,09 persen, peso Filipina naik 0,52 persen dan dolar Taiwan naik 0,93 persen Dolar Australia naik 0,33 persen terhadap unit AS.

Editor: AA Ariwibowo

COPYRIGHT © ANTARA 2015


Distribusi: ANTARA News – Ekonomi – Bursa

Speak Your Mind

*

*