Dolar AS Ekstrem Tak Untungkan Semua Emiten

INILAHCOM, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, laju IHSG masih berkubang di zona merah. Penguatan dolar AS yang ekstrem terhadap rupiah dinilai tak menguntungkan emiten mana pun.

Pada perdagangan sepekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 15,81 poin (0,30%) ke posisi 5.144,62 per Jumat, 19 Desember 2014, dibandingkan akhir pekan sebelumnya Jumat, 12 Desember 2014 di 5.160,43.

Reza Priyambada, kepala riset Woori Korindo Securities Indonesia (WKSI) mengatakan, bak serangan fajar, longsornya rupiah di awal minggu, langsung menghantam IHSG hingga hampir terkapar di zona merah. “Aksi beli pun terkalahkan dengan aksi jual yang kami nilai merupakan bentuk kekhawatiran dan kekecewaan terhadap melemahnya rupiah,” katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Minggu (21/12/2014).

Padahal, kata dia, Bank Indonesia (BI) menilai kondisi tersebut masih dianggap normal dan sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia. “Secara kebetulan, kami pun menilai jika pergerakan longsornya rupiah dianggap sesuai dengan fundamental Indonesia, maka dapat dipersepsikan bahwa perekonomian Indonesia memang terlihat sedang kurang baik cenderung parah,” ungkap dia.

Apalagi, lanjut dia, beberapa waktu lalu sentimen negatif menghantui pasar dari keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi hingga dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 oleh Bank Dunia.

“Bahkan tidak jarang mereka menganggap pelemahan rupiah memang dibiarkan oleh BI. Alih-alih untuk mengurangi impor, menaikan ekspor, hingga memperbaiki current account deficit ekonomi Indonesia,” ucapnya.

Pelaku pasar memilih untuk kembali melakukan aksi jual setelah melihat pelemahan rupiah yang seolah-olah tidak terbendung. “Hampir seluruh sektor emiten mengalami pelemahan. Bagi kami melihatnya, pergerakan dolar AS dan pasar komoditas yang terlalu ekstrim tidaklah menguntungkan emiten mana pun,” imbuhnya.

Lebih jauh Reza menjelaskan, dengan penguatan dolar AS, harga komoditas akan cenderung turun. “Ditambah lagi dengan harga minyak yang masih dalam tren turun, akan mengakibatkan pasar komoditas kurang menarik,” ucapnya.

Selain itu, perkembangan ekonomi AS yang bertahap menunjukkan perbaikan dan sentimen akan meningkatnya Fed rate membuat dolar AS kian perkasa. “Akibatnya dolar AS menguat dan pelaku pasar lebih suka masuk ke pasar currency, terutama dolar AS dan sementara pasar komoditas dan saham-obligasi ditinggalkan,” tandas dia.

Di pertengahan pekan, pelaku pasar memanfaatkan akumulasi saham-saham yang telah melemah sebelumnya. Beberapa saham-saham bigcaps mulai kembali diburu sehingga dapat masuk dalam jajaran top gainer yang sebelumnya lebih banyak berada di top loser. “Jika sebelumnya, hampir seluruh sektor emiten mengalami pelemahan seiring dengan penguatan dolar AS yang terlalu tajam dan masih berlanjutnya pelemahan harga minyak, kali ini adanya aksi beli telah mengantarkan IHSG kembali ke zona hijau,” papar dia.

Masih berlanjutnya pelemahan sejumlah laju bursa saham Asia kali ini dapat diimbangi dengan mulai menguatnya rupiah dan berkurangnya aksi jual asing. “Setelah dirilisnya pemberitaan terkait hasil rapat the Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed yang belum mensinyalkan akan adanya kenaikan suku bunga dalam waktu dekat, membuat laju bursa saham AS bergerak di zona hijau dan berimbas pada laju IHSG yang terkena sentimen positifnya,” ungkap dia.

Meski laju bursa saham Asia cenderung variatif dan aksi jual asing kembali meningkat, berlanjutnya penguatan rupiah cukup mampu mempertahankan IHSG di zona hijau. “Bahkan sempat hampir menutup utang gap 5.069-5.094 meski lonjakan tersebut kembali meninggalkan kembali utang gap 5.059-5.076,” imbuh Reza. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*