Dibanding Rupiah, Dolar dan Euro Lebih Banyak Dipalsukan

Jakarta -Pembuatan uang palsu selalu saja terjadi. Semakin banyak sebuah mata uang ditransaksikan, maka frekuensi pemalsuannya juga akan makin banyak. Bahkan hampir tiap uang baru yang muncul, selalu dipalsukan.

“Pemalsuan seperti kita ketahui tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain pun sama seperti AS, setiap ada uang baru muncul pemalsuan. Kita di sini, dan BI (Bank Indonesia) mengganti fitur-fitur baru, kemarin (uang) NKRI, juga akan ada fitur-fitur baru untuk mencegah pemalsuan. Jadi ada yang dikenali kasat mata, dan ada yang hanya dikenal petugas dan forensik BI saja,” kata Direktur Teknik dan Produksi Perum Peruri, Subandrio, saat jumpa pers di Hotel Gran Mahakam, Blok M, Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Sejauh ini, Subandrio menyebutkan, nominal uang yang sering dipalsukan adalah pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000. “Nominal uang yang biasa dipalsukan Rp 50.000 dan Rp 100.000, tapi kita masih kecil dibanding dolar AS atau euro,” katanya.

Subandrio mengungkapkan, selama ini bahan baku untuk mencetak uang mayoritas masih impor. Hal itu karena bahan baku untuk membuat kertas uang masih belum tersedia di Indonesia.

Peruri masih melakukan kajian dan mempersiapkan pembangunan pabrik kertas uang (PKU), sebagai langkah Peruri untuk menggarap industri hulu di bidang security printing.

“Inisiasi bahan lokal sedang diteliti di balai di BPPK di Bandung, meneliti abaca dari Kalimantan bagian utara, tapi belum cocok untuk kertas jadi masih dipakai untuk tali tambang kapal, khusus di Filipina abaca pakai serat khusus, jadi ini campuran untuk uang masih diteliti,” jelas dia.

Di tempat yang sama, Direktur Keuangan Peruri, Antonius menambahkan, Peruri membidik laba bersih di tahun ini Rp 275,215 miliar. Angka ini lebih rendah dari realisasi laba konsolidasi sepanjang 2014 yang mencapai Rp 334 miliar.Next

(drk/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*