Devaluasi Yuan Benamkan Minyak AS

INILAHCOM, New York – Akibat devaluasi mata uang Tiongkok Yuan, harga harga minyak AS anjlok ke tingkat terendah dalam enam tahun terakhir. Langkah pemerintah Tiongkok itu, menimbulkan kehawatiran serius.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun US$ 1,88 menjadi US$ 43,08 per barel di New York Mercantile Exchange. Ini harga terendah sejak Maret 2009.

Sementara patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman September, turun US$ 1,23 menjadi US$ 49,18 per barel di perdagangan London.

Bank sentral Tiongkok mendevaluasi mata uang yuan pada Selasa sebesar hampir 2% terhadap US$. Alasannya, Tiongkon ingin mereformasi pasar, dalam konteks pelambatan ekonomi.

Langkah ini mengejutkan pasar dan menyebabkan gelombang penjualan di bursa ekuitas AS dan Eropa, serta di banyak bursa komoditas.

“Pasar telah mentafsirkan langkah itu sebagai tanda bahwa kesehatan ekonomi Tiongkok mungkin lebih buruk, bahkan dari apa yang data resmi tunjukkan,” kata analis Forex.com Fawad Razaqzada.

“Jelas langkah Tiongkok mendevaluasi mata uangnya sangat mempengaruhi pasar secara umum,” kata John Kilduff, mitra pendiri pada Again Capital.

“Tiongkok jelas penting untuk cerita permintaan ketika kita melihat ke depan,” Kilduff menambahkan.

Pedagang juga gelisah bahwa data minyak baru di hari mendatang akan menunjukkan memburuknya kelebihan pasokan global. Ini termasuk-laporan persediaan minyak mingguan pada Rabu dari Departemen Energi AS.

“Ada kekhawatiran angka permintaan akan lumpuh dan data akan menunjukkan kelebihan pasokan,” kata Bob Yawger dari Mizuho Securities.

Harga minyak juga bakal kembali menukik gegara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) tak mau turunkan produksi.

Pada Juli, produksi minyak mentah OPEC meningkat 101.000 barel per hari, atau rata-rata menjadi 31,51 juta barel per hari, berdasarkan laporan pasar minyak bulanan OPEC yang dirilis Selasa.

Pasokan minyak non-OPEC diperkirakan akan tumbuh sebesar 960.000 barel pada 2015, menyusul revisi naik 900.000 barel, karena produksi yang lebih tinggi dari perkiraan dari produsen non-OPEC, terutama di luar Amerika Utara.

OPEC mempertahankan kuota produksi 30 juta barel per hari pada pertemuan Juni. Produksi kartel menyumbang sekitar 40 persen dari produksi minyak mentah global. [tar]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*