Depresiasi Rupiah, Pengusaha Defisit Biaya Operasional

Selasa, 25 Agustus 2015 | 22:00 WIB

Seorang karyawan money changer menghitung uang kertas Rupiah, di Jakarta, 15 Desember 2014. Majalah The Economist menyebutkan, masalah yang dihadapi Indonesia adalah pemerintahan yang birokratis, korupsi, dan infrastruktur yang tidak memadai menjadi alasan nilai tukar rupiah sangat rendah. Adek Berry/AFP/Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta – Para pengusaha dan pemilik alat konstruksi mengalami defisit biaya operasional akibat anjloknya nilai tukar rupiah. Meski demikian, pelaku usaha belum berani menaikkan harga sewa alat berat seiring menurunnya daya beli masyarakat.

Ketua Asosiasi Pengusaha dan Pemilik Alat Konstruksi Indonesia (Appaksi) Sjahrial Ong mengatakan defisit biaya operasional tersebut dikarenakan hampir semua alat berat masih didatangkan dari luar negeri.

“Mana bisa margin (untung). Kalau untuk rental segala macam, asal bisa jalan dan nutup biaya operasi sudah bagus. Kalau pada masa rupiah lagi bagus itu ada simpanan dan tabungan, sekarang ini (biaya operasional) sudah makan uang tabungan,” katanya, Selasa, 25 Agustus 2015.

Meski tidak menyebutkan angka persisnya, dia juga menggambarkan cukup banyak perusahaan alat konstruksi yang kini terpaksa  collapse sementara

Pasalnya, terlepas dari depresiasi rupiah, sektor lain yang biasa menggunakan jasanya seperti pertambangan dan perkebunan juga sedang melemah.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah segera mempercepat penyerapan anggaran dengan melaksanakan konstruksi proyek infrastruktur yang telah direncanakan.

Selain itu, dia juga berharap nilai tukar rupiah kembali stabil sehingga iklim usaha menjadi lebih kondusif.

BISNIS


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*