Data Ekonomi Bagus, Pilih Tiga Sektor Saham

INILAHCOM, Jakarta Awal Februari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Januari 2015 dan neraca perdagangan Desember 2014. Jika positif, tiga sektor saham bisa jadi pilihan.

Satrio Utomo, kepala riset PT Universal Broker Indonesia mengatakan hal itu kepada INILAHCOM. Menurut dia, pasar memang menantikan data BPS itu. Hanya saja, pasar juga berharap BI rate bisa diturunkan ke depannya.

Jika data ekonomi tersebut bagus, saham-saham di sektor perbankan, konstruksi, dan konsumer bagus menjadi pilihan. Lalu, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih berpeluang turun meski tipis. “Untuk saham-saham bank, konstruksi, dan konsumer bisa masuk secara bersamaan,” ujarnya. Apa saja spesifik saham-sahampilihannya?

Pada perdagangan Jumat (30/1/2015), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 26,686 poin (0,51%) ke posisi 5.289,404.

Sepanjang perdagangan, indeks mencapai level tertingginya 5.298,460 atau menguat 35,742 poin dan mencapai level terlemahnya 5.281,581 atau menguat 18,863 poin. Berikut ini wawancara lengkapnya:

Mengakhiri pekan lalu, IHSG bertahan positif 0,51% ke posisi 5.289. Apa pandangan Anda?

IHSG Jumat (30/1/2015) naik bagus karena posisinya di atas resistance 5.281. Ini menunjukkan tren turun jangka pendek sudah berakhir. Karena itu, arah IHSG sepekan ke depan masih akan cenderung naik.

Hanya saja, yang perlu dicermati oleh para pemodal di bursa saham, adalah rilis data ekonomi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni inflasi Januari 2015 dan neraca perdagangan Desember 2014 pada Senin, 2 Februari 2015. Orang takut, jika ternyata data ekonomi tersebut jelek. Jika itu yang terjadi, Presiden Jokowi, terancam kehilangan momentumnya dalam melaksanakan pembangunan.

Itulah yang menyebabkan sebagian pelaku pasar berhati-hati pada perdagangan saham Jumat. Hanya saja, jika perubahan arah bursa saham regional menjadi tren naik, setidaknya, sentimen pasar sudah bagus.

Lantas, target IHSG berikutnya?

Laju berikutnya, indeks akan menguji rekor tertingginya sepanjang sejarah di level 5.325. Apalagi, jika melihat potensi kenaikan IHSG dalam jangka pendek, target resistance berikutnya berada di level 5.365 yang jika tercapai akan menjadi rekor baru sepanjang sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI). Di sisi lain, resistance IHSG di 5.281 yang sudah ditembus, akan menjadi support IHSG sepekan ke depan.

Bagaimana dengan faktor politik seperti kisruh Polri-KPK?

Sementara itu, soal politik kisruh Polri-KPK, tidak berpengaruh banyak ke laju bursa saham. Faktor politik baru berpengaruh jika Dow Jones Industrial Average (DJIA) sedang melaju negatif. Saat Dow Jones positif, faktor politik tidak berpengaruh.

Bagaimana dengan faktor rilis kinerja emiten kuartal IV-2014?

IHSG juga mendapat dukungan positif dari rilis berbagai kinerja emiten yang diekspektasikan di atas target pasar. Antara lain, kinerja emiten PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) sudah mencatatkan kinerja keuangan yang kinclong.

Masalah rupiah yang melemah kembali?

Masalah nilai tukar rupiah yang kembali terpelanting ke 12.600-an per dolar AS juga tak masalah. Hanya saja, pasar melihat Bank Indonesia (BI) sedang tidak bijak. Di satu sisi, BI ingin menjaga rupiah kuat dengan mempertahankan BI rate di level tinggi.

Di sisi lain, yang bisa membuat rupiah menguat adalah kebijakan fiskal. Dengan tingginya BI rate di level 7,75%, justru membuat laju pertumbuhan ekonomi lamban. Ekonomi melambat, otomatis rupiah lemah juga. Ini mungkin sebagai akibat dari Indonesia yang punya gubernur BI bukan yang ahli makro ekonomi. Background Gubernur BI Agus Martowardojo merupakan pengelola bank, bukan pengelola kebijakan makro ekonomi.

Anda melihat peluang BI rate diturunkan?

Pasar memang menantikan data BPS awal Februari ini. Hanya saja, pasar berharap BI rate bisa diturunkan ke depannya. Jika data ekonomi tersebut bagus, saham-saham di sektor perbankan, konstruksi, dan konsumer bagus menjadi pilihan.

Lalu, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih berpeluang turun meski tipis. Untuk saham-saham bank, konstruksi, dan konsumer bisa masuk secara bersamaan.

Spesifik saham-saham pilihannya?

Saham pilihan di sektor bank lebih ke PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI). Saham PT Bank Central Asia (BBCA) juga sedang bagus karena sudah menembus resistance dan masih punya potensi penguatan lebih jauh.

Untuk saham-saham bank lapis dua seperti PT Bank Jabar-Banten (BJBR), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (BJTM), dan PT Bank Tabungan Negara (BBTN), tunggu BI rate turun.

Di sektor konstruksi, pilih semua saham BUMN seperti PT Adhi Karya (ADHI), PT Wijaya Karya (WIKA), PT Pembangunan Perumahan (PTPP), PT Waskita Karya (WSKT), dan PT Wijaya Karya Beton (WTON).

Pilihan di sektor konsumer, PT Unilever Indonesia (UNVR), konsumer ritel PT Mitra Adiperkasa (MAPI), PT Gudang Garam (GGRM), PT Kalbe Farma (KLBF), PT Kimia Farma (KAEF) dan PT Indofarma (INAF).

Bagaimana dengan saham-saham di sektor komoditas?

Belakangan, saham-saham di sektor batu bara juga memang sudah mulai rebound dan sudah bisa dikoleksi tapi porsinya lebih sedikit dibandingkan sektor bank, konstruksi, dan konsumer. Portofolionya jangan dibesarkan di sektor batu bara. Sebab, harga minyak sedang bottoming dan belum membentuk tren naik.

Jika Anda mengoleksi saham-saham batu bara boleh. Tapi, porsinya baru diperbesar jika harga minyak memasuki fase tren naik. Artinya, akumulasi saham-saham batu bara perlu sedikit berhati-hati. Pilihan di sektor batu bara, fokus ke PT United Tractor (UNTR), PT Indo Tambang Raya Megah (ITMG), PT Adaro Energy (ADRO), dan PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA).

Saham-saham Crude Palm Oil (CPO) bagaimana?

Untuk saham-saham di sektor Crude Palm Oil (CPO), kita masih harus waspada. Sebab, harga komoditasnya masih akan konsolidasi terlebih dahulu dan belum memperlihatkan adanya tren naik. Jadi, untuk saham CPO, hold saja dulu, jangan melakukan spekulasi beli. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*