Dari Kamar Asrama Menjadi Bisnis Jutaan Dollar; Kisah dan Petikan Pelajarannya

Usianya masih muda –belum sampai 30 tahun- namun telah memiliki bisnis berpenghasilan jutaan dollar yang dimulai sama sekali dari nol, hanya dari kamar asrama mahasiswanya.  Dia adalah AJ Forsythe, dari California, pendiri “iCraked”, perusahaan jasa reparasi handphone terkenal di Amerika. Bagaimana bisa? Apa yang kita bisa pelajari dari gebrakan bisnisnya?

Belum lama ini media internasional CNBC menyorot tentang profil AJ Forsythe yang membangun bisnis jutaan dollar-nya berawal dari kamar asrama mahasiswa di California Polythechnic State University yang biasa disebut dengan Cal Poly (cnbc.com, 6-6-2017). Kisahnya menarik. Menarik juga untuk dipelajari.

Saat Forsythe masih berstatus mahasiswa junior di Cal Poly, disadarinya bahwa dia terlalu berlebihan pengeluarannya untuk meraparasi iPhone-nya yang kerap rusak.

“Handphone saya sering sekali pecah di tahun-tahun itu,” ujarnya. “Waktu itu biayanya sekitar $200 (sekitar Rp2,7 juta) untuk tiap kali memperbaiki HP.” Maka Forsythe kemudian memutuskan untuk mulai memperbaiki sendiri HP-nya: “Saya membongkar HP, memesan komponennya secara online dan memperbaikinya sendiri,” demikian disampaikannya ke CNBC.

Dari situ, mulailah dia mendapat permintaan dari teman-teman se-asrama-nya untuk memperbaiki HP yang rusak, terutama iPhone, iPad dan Samsung. Forsythe kemudian menemukan bahwa kampus ternyata adalah tempat yang ramai dengan orang mengalami kerusakan HP.

Forsythe mencetak brosur dan mulai mengiklankan bisnis reparasi smartphone-nya, yang kemudian diberi nama “iCracked”. Biaya yang dikenakan waktu itu $75 (Rp1 jutaan) per-reparasinya. Pekerjaan itu dilakukannya dari kamar asramanya atau di perpustakaan kampus.  Jadilah Forsythe berkuliah dan bekerja sekaligus, dengan penghasilan sekitar $60.000 sampai $70.000 (hampir Rp1 miliar).

Ketika menjadi mahasiswa senior, Forsythe membangun kerja sama dengan temannya dari UC Santa Barbara, Anthony Martin. Dari situ mereka mengembangkan iCracked sampai ke luar Cal Poly. Di hari kelulusannya, mereka sudah berhasil menjalin jaringan yang terdiri dari 40 teknisi reparasi smartphone.

Forsythe dan Martin kemudian pindah ke Silicon Valley, lokasi para ahli IT dan inovatornya Amerika. Bisnis mereka selanjutnya memperoleh bantuan pendanaan dari Y Combinator, perusahaan inkubator IT yang besar di sana.

Selanjutnya, di tahun 2012, perusahaan terus dikembangkan dengan kantor pusatnya di California, dan berhasil membukukan pendapatan akhir tahun sebesar $2 juta (Rp27 miliar).  Tidak lama kemudian, di tahun 2014, omzet perusahaan yang dibangun dari kamar asrama mahasiswa itu mencapai $25 juta (sekitar Rp337 miliar) setahunnya, sementara para teknisi bisa membawa pulang penghasilan sebesar $9 juta (Rp121 miliar).

Hari ini, iCracked telah bertumbuh dengan sekitar 70 karyawannya dan membangun jaringan 5000 teknisi yang disebut “iTechs”, yang sanggup mereparasi apa saja, dari layar pecah sampai ke tombol patah dari iPhone, iPad ataupun handset-nya Samsung Galaxy. Teknisi langsung datang ke lokasi, bisa di mana saja, kapan saja, dan melakukan perbaikan dalam tempo 30 sampai 45 menit, dengan biaya reparasi sekitar $100.

Forsythe punya impian besar, katanya: “Kami saat ini sedang mencoba membangun jaringan dukungan teknis supaya, nanti di masa depan, di manapun Anda berada di bumi ini kalau ada masalah teknis dengan smartphone, Anda cukup tekan tombol, dan kami akan muncul untuk memperbaikinya.”

Berani dan maju impiannya. Dari kisah sederhana Forsythe ini, kita dapat memetik beberapa pelajaran yang bisa bermanfaat.

Ide Bisnis Bisa dari Mana Saja

Forsythe mendapatkan ide bisnisnya dari pengalaman dan kebutuhannya sehari-hari yang real: smartphone rentan untuk pecah, karenanya perlu jasa reparasi dengan harga yang terjangkau dan cepat. Ide datang dari mana saja, kapan saja, dan sehari-hari. Sederhana saja, bukan? Dalam pandangan Forsythe sederhana, kalau dia sebagai seorang mahasiswa membutuhkannya, maka mayoritas mahasiswa lainnya juga membutuhkannya. Demikian lahirlah ide bisnisnya.

Seorang Nadiem Makariem melahirkan ide Go-Jek yang terkenal itu karena dia memang sehari-hari sering menggunakan ojek sebagai kendaraan transportasinya dalam melakukan pekerjaannya, menembus kemacetan parah kota Jakarta. Dari komunikasi seringnya dengan tukang ojek yang harus menunggu lama untuk mendapatkan giliran mengangkut penumpang, dan dari pengalamannya sebagai konsumen dengan sejumlah ketidaknyamanannya, lahirlah ide efisiensi dan kemudahannya melalui Go-Jek. Akhirnya Go-Jek menjadi fenomena teknologi yang bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga pada dunia internasional.

Jack Ma, salah seorang terkaya di China sekarang ini, pada tahun 1999 merintis situs bernama Alibaba, yang mempertemukan pembeli dan penjual produk di seluruh dunia. Idenya ini terinspirasi dari keberadaan situs Amazon. Artinya dia melihat situs yang lain, dan muncul ide untuk membuat yang lebih baik dan lebih berarti. Dalam perjalanannya, Alibaba menawarkan saham perdananya di Bursa New York pada September 2014 dan meraih kapitalisasi yang terbesar dalam sejarah. Nama Jack pun meluas dan mendunia.

Tidak Malu. Bukan Mental Priyayi

Tentang menjadi seorang pengusaha, Forsythe sempat menceritakan pengalamannya, demikian: “Ketika Anda baru mulai berbisnis, saat itu semua temanmu sudah memiliki uang lebih banyak dari padamu, sementara Anda mulai terbelit utang pribadi. Anda bekerja sampai 18 jam sehari, dan orangtuamu berteriak padamu karena tidak punya pekerjaan yang benar,” ujarnya.

Berbisnis bukan pekerjaan mudah. Itu kerja keras sejatinya. Gengsi juga harus rela disingkirkan ketika harus bersedia untuk melayani konsumen, misalnya. Tetapi sikap tidak malu itu, dan tidak bermental priyayi yang serba dilayani, memberi daya juang untuk menjadi pengusaha yang tangguh, serta pada gilirannya, sukses besar.

Teman Bisa Merupakan Business Partner yang Baik

Forsythe menggandeng teman mahasiswanya, Anthony Martin, dan jadilah mereka berdua sebagai founder dan business partner yang kompak. Sejak itu bisnis reparasi mereka berkembang meluas, bahkan sampai seantero Amerika. Impiannya malah sampai menjangkau seluruh dunia.

Di tempat lain, Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, pernah menceritakan saat hari pertama ia kuliah di Harvard, ia tidak sadar kalau memakai kaos dalam kondisi terbalik, dengan bagian dalam kaos menghadap keluar. “Saya tidak mengerti mengapa tidak ada orang yang mengingatkan saya. Hanya ada satu orang yang menegur saya, yaitu KX Jin. Kami pun menjadi teman yang sering mengerjakan tugas bersama, hingga kini ia mempunyai posisi penting di Facebook,” demikian antara lain isi pidato Mark di Harvard baru-baru ini.

Dalam bermitra bisnis acapkali faktor yang sulit dipertemukan bukan masalah seperti dana, target pasar, atau strategi bisnis. Masalah utama sering pada hal yang disebut “chemistry”.  Mungkin ini dapat disebut dengan “kecocokan”. Business partner pada dasarnya adalah bentuk pertemanan di dalam bisnis. Semakin cocok, klop, bersahabat akan semakin kuat sinergi bisnis yang dapat dihasilkan. Untuk hal ini, pertemanan dari sejak masa mahasiswa bisa menghasilkan jalinan bisnis yang kuat. Bagaimanapun, bentuk kecocokan itu sudah mengikis lebih dahulu banyak problem manajemen.

Tawarkan Kemudahan

Saat ini kita dapat menggunakan sejumlah inovasi teknologi sehari-hari yang beberapa tahun lalu saja belum ada sama sekali. Sebutlah: Go-Jek, Grab, Uber untuk transportasi jarak dekat serba ada; atau airbnb untuk pemesanan akomodasi fleksibel; atau Traveloka, Tiket, dll untuk pemesanan tiket transportasi dan hotel yang banyak pilihan dan detail; tokopedia, Lazada, blibli, dll untuk belanja retail dengan ribuan pilihan.

Jasa-jasa tersebut, di antaranya, sama-sama menawarkan kemudahan. Hidup jadi lebih mudah. Hal-hal yang tidak nyaman seperti: menunggu antrian panjang, keliling sana-sini mencari barang yang cocok, salah membeli karena spesifikasi barang atau jasa yang tidak sesuai harapan, anggaran yang meleset, dan sebagainya itu dapat dikurangi secara drastis.

Forsythe dan Martin, dengan iCraked-nya, menawarkan kemudahan dalam urusan perbaikan smartphone yang bagi penggunanya sangat penting dan membutuhkan. Bayangkan, reparasi bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bisa di rumah, perpustakaan kampus, warung kopi, dan itu kapan saja, serta dengan biaya yang jelas lebih murah daripada tarif resmi di service center iPhone atau Samsung.

Pikirkan bisnis yang menawarkan kemudahan bagi konsumen kita.

Perbesar Network. Lipatgandakan Jangkauan.

Bisnis reparasi smartphone Forsythe bisa saja berkembang menjadi hanya sebagai bisnis kecil rumahan. Penghasilannya sebagai karyawan eksekutif bisa jauh lebih baik daripada hanya berusaha kecil-kecilan.  Bisnisnya berkembang dengan pasukan 5000 orang teknisi “iTechs” hari ini karena dia mengembangkan network-nya. Dengan demikian jangkauan bisnis meluas. Dari kamar asrama Cal Poly kemudian menjangkau sampai seluruh negeri Paman Sam yang super luas itu.

Bicara tentang Gojek, terakhir ini dikabarkan valuasi dari Gojek terus meroket dan sudah menyentuh angka US$3 miliar (Rp40 triliun). Bagaimana bisnis yang baru dibangun tahun 2010 ini berkembang demikian pesat? Jaringannya luar biasa. Dengan armada 200 ribu sopir lebih, sudah beroperasi di 15 kota dan siap merambah sampai ke Asia Tenggara, dengan sekitar 667.000 pemesanan per hari, Go-Jek jelas memiliki jaringan sumber daya berlimpah untuk terus mengembangkan jangkauan layanannya.

Visi Panjang. Seluruh Dunia.

Adalah Forsythe yang terus bermimpi besar. Seorang anak muda dengan impian yang luas, sampai seluruh dunia. Seperti ungkapannya bahwa suatu hari di manapun di bumi ini berada, kalau ada masalah teknis dengan smartphone, seorang konsumen cukup hanya menekan tombol, dan teknisi iCracked akan muncul untuk memperbaikinya. Semangat visi yang panjang seperti ini memberikan dorongan bagi pengusaha muda ini untuk terus berkarya, berkreasi, berjejaring dan berinovasi.

Sukses di Cal Poly dikembangkan sampai ke antar kampus sekitarnya. Berlanjut kemudian sampai menasional di seluruh Amerika. Tidak cukup di situ, bisnis sederhana reparasi HP ini sekarang siap mendunia.

Bisnis harus dikembangkan dengan ambisi besar dan luas. Uber kabarnya saat ini sudah aktif beroperasi di 82 negara dengan 662 kota. Go-Jek siap merambah Asia Tenggara, dari kantornya yang di Jakarta dan Bangalore, India. Pebisnis harus memikirkan cara dan strategi untuk mengembangkan bisnisnya menjadi lebih besar dan lebih luas. Ada visi jangka panjang yang memberikan motivasi untuk maju terus dan berkembang terus.

Sumber: CNBC dan berbagai sumber.

By Alfred Pakasi ,

CEO Vibiz Consulting
Vibiz Consulting Group

 


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*