Pelemahan yuan membuat harga CPO Indonesia menjadi lebih mahal sehingga masyarakat China akan beralih mengkonsumsi minyak nabati lainnya.
“Pasti akan ada dampaknya, konsumsi CPO masyarakat China akan berkurang, pindah ke minyak nabati yang lain,” kata Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan saat ditemui di Kantor Indef, Jakarta, Senin (24/8/2015).
Situasi ini diperparah lagi oleh penurunan harga minyak kedelai. Panen kedelai yang melimpah di Amerika Serikat dan Brasil membuat harga minyak kedelai anjlok hingga mendekati harga minyak sawit.
Selisih harga keduanya makin tipis, kini minyak sawit hanya lebih murah kira-kira US$ 60/ton dibandingkan minyak kedelai. Akibatnya, masyarakat China makin banyak yang beralih ke minyak kedelai.
Fadhil menambahkan, masyarakat di sana memang lebih menyukai minyak kedelai. Ketika harga minyak kedelai hanya sedikit di atas minyak sawit, konsumsi minyak kedelai akan melonjak, sebab minyak kedelai dianggap lebih enak rasanya.
“Minyak kedelai kan persepsinya lebih enak,” tuturnya.
Dengan kondisi seperti ini, Fadhil pesimis ekspor CPO ke China bisa meningkat atau paling tidak setara dengan tahun 2014. “Sekarang China lebih banyak mengimpor minyak kedelai dibandingkan sawit karena selisih harganya kurang dari US$ 100/ton,” tutupnya.
Tren harga CPO global sepanjang dua pekan pertama Agustus terus menunjukkan penurunan, harga CPO semakin terpuruk dan jatuh di bawah US$ 600 per metrik ton.
Dengan melihat kondisi minyak dunia juga menunjukkan tren penurunan demikian juga tren yang sama terjadi pada harga kedelai, maka GAPKI memperkirakan sampai akhir Agustus harga CPO global tidak akan mengalami kenaikan dan sebaliknya akan cenderung turun.
(hen/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
—
Distribusi: finance.detik
Speak Your Mind