Cerita Dolar Rp 13.000 dan Ekonomi AS yang Kembali Perkasa

Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Dolar AS bahkan sempat menembus Rp 13.000 kemarin. Nilai rupiah tersebut merupakan cerminan keseimbangan baru mata uang dunia. Bisakah rupiah diperkuat?

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pelemahan rupiah karena faktor global, membaiknya perekonomian AS. Tren pelemahan mata uang terhadap dolar AS bukan hanya terjadi pada rupiah saja. Ada keseimbangan baru dalam perekonomian global.

Masih ingat di benak kita, pada 2008 lalu, ekonomi AS mengalami krisis keuangan hebat. Investor keuangan menarik uangnya dan melarikan uangnya ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sekarang, ekonomi AS membaik, dolar yang diinvestasikan di negara berkembang akhirnya ‘pulang kampung’. Ini yang membuat mata uang di negara-negara berkembang bertekuk lutut terhadap dolar AS.

“Tren hampir semua mata uang terjadi pelemahan. Apalagi ada beberapa negara yang sengaja secara sukarela melemahkan mata uangnya. Seperti yen Jepang, Australia, dan euro melemahkan mata uangnya untuk tingkatkan daya saing dalam negerinya. Tapi ingat, rupiah juga menguat ke beberapa mata uang lain. Datanya di BI (Bank Indonesia). Jadi tidak melemah ke seluruh mata uang,” tutur Bambang di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (6/3/2015).

Pemerintah tidak bisa mengintervensi pelemahan rupiah ini. Kebijakan moneter dan nilai tukar ada di tangan Bank Indonesia (BI). Jadi hanya BI yang bisa mengintervensi nilai tukar.

Bambang mengatakan, kondisi dolar Rp 13.000 tidak bisa disamakan dengan 1998. Saat 1998, depresiasi atau nilai pelemahan rupiah mencapai ratusan persen dari Rp 2.000/US$ di 1997.

Karena itu masyarakat diminta tenang dan tidak panik. Apalagi, kata Bambang, Indonesia dan India merupakan negara berkembang yang ekonominya menjadi patokan investor asing.

Pertanyaannya, apakah pemerintah pimpinan Joko Widodo (Jokowi) bisa membuat rupiah menguat dari posisi sekarang? “Jawabannya, nggak bisa instan,” kata mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) ini.

Rupiah bisa diperkuat pemerintah, dengan cara meningkatkan anggaran belanja negara, dan menurunkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang ditargetkan bisa di bawah 3% dari PDB di tahun ini.

“Salah satu yang kita fokus adalah neraca jasa dan neraca pendapatan. Dua sektor ini penyumbang defisit cukup besar. Saya ingin tekankan ini, tapi harus berdua dengan BI. Bersama-sama,” jelas Bambang.

(dnl/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*