“Setelah relatif stabil di level US$ 100/barel selama kurang lebih 3,5 tahun, awal 2014 harga minyak terus mengalami tren penurunan. Posisi awal tahun 2016 ini, harga minyak malah menyentuh di level US$ 37,3/barel,” kata Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, saat jumpa pers, di kantornya, Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Amien mengatakan, anjloknya harga minyak global ini, kurang menggembirakan untuk SKK Migas, tapi memang harus dihadapi. Dampak dari anjloknya harga minyak tentu secara global penurunan biaya investasi dan produksi sebesar 20,3% penurunan yang sangat signifikan.
“Dampaknya bisa terlihat adanya penurunan belanja investasi di hulu migas, hampir seluruh perusahaan minyak internasional dan nasional mengalami penurunan investasi, dan diikuti dengan pengurangan-pengurangan biaya produksi,” katanya.
Pihaknya mengaku tak bisa memprediksi berapa harga minyak tahun ini. Walaupun beberapa pihak memperkirakan, harga minyak akan kembali normal pada 2018 di level US$ 85 per barel.
“Tapi dari SKK Migas sendiri tidak bisa memastikan angkanya berapa,” ujar Amien.
Di tengah penurunan harga minyak tersebut, capaian sektor hulu migas di 2015 sebagai berikut:
- Lifting minyak rata-rata tercapai 777.560 barel per hari, masih di bawah target APBN Perubahan sebanyak 825.000 barel hari.
- Lifting gas bumi tercapai 6.963,27 BBTUD di bawah target APBN P 2015 sebanyak 7.079 BBTUD.
- ICP US$ 51,21 per barel, di bawah target APBN P 2015 US$ 60 per barel
- Harga gas mencapai US$ 7,24 per MMBTU atau di atas target APBN P 2015 sebesar US$ 6,27 per MMBTU.
- Cost Recovery mencapai US$ 13,90 miliar atau dapat ditekan dari yang ditetapkan US$ 14,10 miliar.
- Penerimaan negara US$ 12,86 miliar atau di bawah target yang ditetapkan sebesar US$ 14,99 miliar.
(rrd/hns)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
—
Distribusi: finance.detik
Speak Your Mind