BPK Menyusun SOP Perwakilan Daerah Baru Menjelang Pergantian Pimpinan


shadow

Financeroll – Jelang pergantian pemimpin pertengahan bulan depan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyusun standar operasional prosedur baru terkait kewenangan perwakilan daerah dalam pelaporan temuan unsur pidana pada setiap hasil audit keuangan negara.

Sekjen BPK mengatakan selama ini apabila ada data hasil temuan di daerah terkait kerugian negara yang memuat tindak pidana, harus dikonsolidasikan kepada BPK pusat terlebih dahulu. Dengan SOP terbaru ini, BPK perwakilan bisa langsung menyerahkan temuan tersebut pada aparat penegak hukum.

Kalau sebelumnya itu pemberian keterangan ahli, penghitungan kerugiaan negara harus dibawa dulu ke pusat, agak panjang. Nah ini oleh pak ketua dibuat SOP untuk memberikan kewenangan kepada perwakilan untuk bisa menyerahkan langsung pada penegak hukum.

Pelaporan temuan unsur pidana dalam hasil audit keuangan negara oleh BPK memang selama ini sudah diamanatkan dalam dua undang-undang, yakni UU Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam UU Nomer 15/2004 pasal 14 ayat 1 dituliskan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara waktu pelaporan kepada instansi yang berwenang tersebut paling lambat sebulan sejak diketahuinya unsur pidana tersebut seperti yang termuat dalam pasal 8 ayat 3 UU Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan tersebut dijadikan dasar penyidikan oleh aparat penegak hukum.

BPK mengklaim akan adanya percepatan dalam penanganan tindak pidana korupsi dengan skema kebijakan baru tersebut. Namun, ketika ditanyai berapa proses waktu yang dibutuhkan sebelum adanya perubahan kebijakan, semua tergantung kasusnya.

Tergantung kasusnya, yang jelas sekarang lebih pendek waktunya karena tidak ada proses bolak-balik dari dan ke pusat. Lebih cepat juga dalam penghitungan kerugian negara.

Kepala BPK Rizal Djalil mengklaim pembuatan SOP ini merupakan wujud realisasi komitmen dalam memberantas tindakan pidana korupsi, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Bisa langsung ditindak agar tidak ada penghilangan bukti.

Dengan adanya SOP ini penyelamatan keuangan negara dapat dijalankan dengan lebih sigap. Pasalnya, selama ini peningkatan opini wajar tanpa pengeculian (WTP) tidak diikuti penurunan tingkat potensi kerugian negara.

Sejak 2010 sampai 2014, BPK telah memberikan 201.976 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa senilai Rp66,17 triliun. Sampai akhir Juni 2014 sebanyak 441 temuan unsur pidana senilai Rp43,4 triliun telah disampaikan pada instansi yang berwenang, antara lain Kepolisian RI sebanyak 61 temuan, kejaksaan RI sebanyak 205 temuan, dan KPK sebanyak 175 temuan.

Sayangnya, tidak ada yang penjelaskan secara detil bagaimana isi SOP tersebut. Petugas di dalamnya mengatakan SOP tersebut belum ada dalam database karena masih akan dibahas.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*