BMI: Ringgit Malaysia Terburuk Di Asia Dan Masih Dalam Ancaman

Ringgit Malaysia adalah salah satu mata uang Asia berkinerja terburuk selama tahun 2016 dan memiliki potensi untuk melemah lebih lanjut dan akhirnya jatuh, demikian menurut BMI Research yang dikeluarkan pada hari Rabu, tanggal 4 Januari kemarin.

Salah satu alasannya adalah karena pengaruh pergerakan mata uang Tiongkok, yuan yang akan tetap berada di bawah tekanan. Dan juga karena adanya kemungkinan menyempitnya perbedaan antara tingkat suku bunga antara AS dan Malaysia sementara Federal Reserve telah meningkatkan tingkat suku bungan pinjamannya sebesar 50 basis poin. Kelemahan lebih lanjut di pasar obligasi global juga akan menempatkan ringgit di bawah tekanan mengingat bahwa sekitar 40 persen dari obligasi Malaysia dipegang oleh orang asing.

BMI telah menurunkan proyeksi untuk ringgit. Badan peneliti ini memprediksi nilai tukar mata uang ringgit terhadap dolar AS akan mengalami penuruan rata-rata 4,50 per AS dolar tahun 2017 dan 4.40 pada tahun 2018, dari 4,00 dan 3,88 sebelumnya. Mata uang ini telah turun 4,3 persen terhadap greenback tahun lalu dan 18,5 persen pada tahun 2015 dan belum pernah membukukan gain tahunan sejak 2012.

Ekonomi China masih terperosok dalam perlambatan jangka menengah sebagai kelemahan struktural seperti kelebihan kapasitas di sektor industri dan dominasi perusahaan milik negara yang tidak efisien namun tetap di pertahankan. Mengingat Tiongkok adalah mitra ekspor terbesar di Malaysia, maka ekonomi yang didorong ekspor Malaysia tetap terbuka dan kemungkinan akan terkena dampak negatif.

Bagaimanapun ringgit Malaysia cenderung dapat bangkit kembali ditengah kerugian dalam jangka panjang, didukung oleh kenaikan harga komoditas seperti minyak dan meningkatkan hal perdagangan, yang akan menjadi positif bagi tabungan domestik dan investasi, kata BMI.
Jika Fed meningkatkan tingkat bunga lebih cepat dari yang diharapkan itu bisa menyebabkan arus keluar dana yang lebih tinggi dari Malaysia dan menempatkan ringgit di bawah tekanan yang lebih besar.

Pemerintahan presiden Donald Trump juga akan meningkatkan kemungkinan perlambatan perdagangan global, sementara sektor ekspor Malaysia akan menderita jika langkah-langkah proteksionis tambahan yang dikenakan oleh pemerintah Amerika.

Selasti Panjaitan/ VMN/VBN/ Senior Analyst Stocks-Vibiz Research Center
Editor: Asido Situmorang


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*