BI Waspadai Utang Sektor Swasta Tahun Ini Melonjak

Dewasa ini para pemangku jabatan di berbagai korporasi kian ramai mencari dana pinjaman untuk membiayai berbagai kegiatan di perusahaannya. Sekilas hal ini terdengar sebagai hal lumrah, ya, memang tidak ada salahnya bagi sebuah perusahaan jika sumber permodalannya berasal dari utang.

Namun, akan menjadi salah bila perusahaan terus menerus mengajukan pinjaman tanpa kendali. Setidaknya ada tujuh korporsi yang berencana menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau obligasi valas pada tahun ini. 

Beberapa perusahaan yang rencananya akan menerbitkan surat utang pada triwulan II 2014, yaitu pertama, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang akan menerbitkan utang senilai 300 juta dollar AS. Kedua, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dengan nilai 200 juta dollar AS dan ketiga PT Pelindo III (Persero) yang akan menerbitkan 400 juta dollar AS.

Di dunia bisnis dan investasi, para investor pasti akan senang jika lahan investasi mereka semakin maju dan berkembang tanpa terlalu peduli darimana sumber pembiayaannya. SRIL, Telkomsel dan Pelindo merupakan emiten yang sudah cukup kuat malang melintang di Bursa Saham Indonesia. Meski demikian, bukan tidak mungkin perusahaan tersebut mengalami defisit pada laba bersih nya karena mengalami kerugian atas utang luar negeri yang telah mereka terbitkan.

Dalam hal ini, Bank Indonesia (BI) sendiri sudah memberikan alarm peringatan terhadap utang luar negeri swasta. Sebagai informasi, posisi utang swasta sudah melampaui utang pemerintah. Data terbaru BI, posisi utang swasta pada Januari 2014 sebesar 141,35 miliar dollar AS sedangkan utang pemerintah sendiri sebesar US$ 118,88 miliar.

Kondisi ini menjadi terlalu risky terutama bagi korporasi yang berutang dalam mata uang dolar namun penghasilannya dalam bentuk rupiah. Pasalnya akan ada risiko perbedaan mata uang, apalagi dengan kondisi rupiah saat ini yang masih belum stabil.

Seharusnya rasio aman antara aset dan utang yang dimiliki korporasi adalah 30 persen-40 persen. Rasio tersebut memperhitungkan utang jangka panjang dengan tenor lebih dari satu tahun. Kalau sudah lebih dari persentase tersebut maka utang swasta sudah tidak aman. Tidak berhenti di situ saja. Utang swasta ini nanti akan jelas berpengaruh pada rupiah saat utangnya jatuh waktu.

Tekanan akan bertambah besar apabila korporasi yang berutang ternyata tidak mempunyai penghasilan dalam bentuk valuta asing. Mereka harus beli valas di pasar untuk bayar uang. Ini yang bisa menekan rupiah.

Oleh karena itulah, para investor dan para manajemen emiten jangan cepat berpuas diri. Pasalnya, penerbitan surat utang luar negeri yang berlebihan dan tanpa didasari analisa keuangan yang kuat dapat menjadi bom waktu yang dapat menggoyang perekonomian Indonesia.

Stephanie Rebecca/Equity Analyst at Vibiz Research/VM/VBN
Editor: Jul Allens
Pic: republika.co.id


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*