BI Ingin RI Tinggalkan Dolar AS

Jakarta -Di tengah penguatan dolar AS yang mencapai Rp 14.000, Indonesia harus perlahan meninggalkan mata uang negeri paman sam itu. Dalam perdagangan ekspor-impor, Indonesia bisa mulai mengurangi pemakaian dolar AS.

“Makanya perdagangan antar negara Asia, misalnya Indonesia dengan Jepang bisa dibayar dengan yen. Itu akan bantu, iya kan. Maka kalau impor dari Jepang bisa pakai yen,” ungkap Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Bila ini dilakukan, lanjut Mirza, tekanan pelemahan rupiah ke perekonomian dalam negeri bisa berkurang.

“Jadi memang effort (usaha) jangka menengah panjang adalah ‎mendiversifikasi pembayaran perdagangan tidak pada dolar saja, pasti akan lebih baik,” kata Mirza.

Selain itu juga, dalam perdagangan dengan China, Indonesia juga bisa menggunakan yuan sebagai alat pembayaran.

“Usaha itu harus dilakukan bersama. Jadi ya pembelinya harus bisa menempatkan yuannya. Terus terang dapatkan yen lebih gampang daripada renminbi (yuan). Kan renminbi belum fully comfortable dibandingkan yen,” tukasnya.

Seperti diketahui, Indonesia memiliki perjanjian Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) yang digunakan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan bilateral dan memperkuat kerjasama keuangan antara kedua negara, serta mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan dolar AS.

Saat ini BI telah memiliki BCSA dengan China dan Korea. Nilai kerja sama dengan Korea: KRW (won) 10,7 triliun atau Rp 115 triliun (ekuivalen US$ 10 miliar), sementara dengan Bank Sentral China (PBoC) adalah CNY (yuan) 100 miliar atau setara Rp 175 triliun.

(mkl/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*