Begini Caranya Agar Rupiah dan IHSG Kompak Menguat

Jakarta -Dolar Amerika Serikat (AS) sempat perkasa terhadap rupiah hingga melampaui level Rp 12.000. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum mampu mencatat rekor baru setelah mencapai titik tertinggi di 5.246 pada 8 September lalu.

Menurut David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), fluktuasi nilai tukar rupiah kali ini disebabkan oleh impor yang masih tinggi. Selain itu, pelemahan rupiah juga dipicu oleh peningkatan kebutuhan valas akibat pembayaran utang luar negeri swasta jatuh tempo.

Saat ini, lanjut David, masih banyak perusahaan yang tidak menerapkan lindung nilai (hedging) terhadap utang valasnya. Akibatnya, butuh rupiah yang lebih banyak untuk membayar utang luar negeri.

“Produk-produk kita masih banyak bahan bakunya dari impor, jadi saat dolar tinggi harga-harga juga menyesuaikan. Banyak utang dolar juga, apalagi kalau nggak di-hedging. Sekitar 70% perusahaan utang dolar nggak di-hedging,” kata David kepada detikFinance, Jumat (19/9/2014).

Lebih jauh David menjelaskan, selain soal tingginya impor, pelemahan rupiah juga dipengaruhi faktor domestik. Di antaranya ketidakpastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun ada wacana menaikkan harga BBM, namun sejauh ini belum ada kepastian.

Dari faktor eksternal, rencana Bank Sentral AS The Fed untuk menaikkan suku bunga juga belum jelas. Hal inilah yang mendorong rupiah ikut melemah.

“Jangka pendek masih soal kepastian The Fed. Kalau dalam negeri ketidakpastian kenaikan BBM dan kepastian politik terkait koalisi partai seperti apa,” terang dia.Next

(drk/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*