Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kebijakan bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed), yang menghentikan stimulus moneternya pada 2013 lalu menjadi penyebab gejolak ekonomi dunia,
“Sejak bank sentral Amerika Serikat mengumumkan rencana penghentian kebijakan stimulus moneter apda pertengahan 2013, perekonomian global senantiasa berada dalam pusaran gejolak dan ketidakpastian,” jelas Bambang dalam pidato soal Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (PEM PPKF) Tahun Anggaran 2016, pada rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Karena kebijakan The Fed ini, pasar keuangan di sejumlah negara berkembang mengalami tekanan berat, dengan arus keluar dana asing yang besar. Karena penghentian stimulus di AS, investor berspekulasi bahwa kondisi ekonomi AS membaik pasca krisis 2008, sehingga dolar di negara berkembang ‘pulang kampung’.
“Sejak saat itu, nilai tukar mata uang di sejumlah negara berkembang bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah,” jelas Bambang.
Kondisi ini ditambah berat dengan pelemahan perekonomian China dalam beberapa tahun terakhir. Sementara Jepang, diharapkan dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi di Asia dengan sejumlah program stimulus yang diterapkan. Namun, sampai saat ini, stimulus tersebut belum cukup kuat dampaknya.
“Demikian pula yang terjadi di Eropa, prospek pemilihan dari krisis ekonomi masih belum berjalan sesuai harapan,” kata Bambang.
(dnl/ang)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
—
Distribusi: finance.detik
Speak Your Mind