Bank Perketat Loan to Deposit Ratio Valas

Selasa, 18 Agustus 2015 | 22:05 WIB

Sejumlah pelanggan sedang menukar valuta asing di di sebuah Tempat Penukaran Uang di Jakarta (9/3).TEMPO/Panca Syurkani

TEMPO.CO, Jakarta – Kalangan bankir kian ketat memasang sabuk untuk membatasi besaran loan to deposit ratio dalam valuta asing, sebagai  bentuk antisipasi dampak lanjutan dari koreksi nilai tukar rupiah.

Direktur Utama PT Bank Permata Tbk. Roy Arman Arfandy menilai saat ini nilai tukar rupiah memang telah mengalami tekanan yang terlalu dalam sehingga berada di posisi undervalued.

Menurutnya, nasabah importir bakal berada di garda depan yang akan mengalami tekanan terbesar akibat pelemahan nilai tukar rupiah tersebut.

Kendati meyakini posisi rupiah bakal membaik dengan adanya komitmen kuat dari bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar, tapi Roy mengungkapkan pihaknya tetap akan mengambil langkah untuk mengantisipasi dampak pelemahan tersebut. Termasuk, dengan menjaga posisi loan to deposit ratio (LDR) valas.

Roy merinci, hingga kini posisi LDR valas perusahaan berada pada kisaran 86%-89%. “Dan rasanya akan tetap di sekitar itu sampai akhir tahun,” ujar Roy, pekan lalu.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja mengatakan tahun ini perusahaan juga akan menjaga LDR valas di posisi yang rendah.

“LDR valas rendah hanya 50%-60% dan akan dijaga sampai akhir tahun,” tutur Jahja dalam pesan singkatnya.

Direktur Keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kartika Wirjoatmodjo juga mengungkapkan kalangan bankir telah banyak belajar dari pengalaman pelemahan nilai tukar pada 1998 dan 2008.

Pengalaman tersebut, kata Kartika, membuat industri ini kian mengerem eksposur dan risiko ke sektor yang berpeluang besar terkena dampak pelemahan nilai tukar.

Emiten berkode saham BMRI tersebut, lanjut Kartika, juga menjaga penyaluran kredit dalam mata uang asing di posisi 15% dari total pinjaman.

Selain itu, jika pada periode sebelumnya BMRI menjaga LDR valas di posisi 75%, Kartika menyebutkan tahun ini perseroan memasang strategi berbeda.

“LDR kami tinggal 60% di valas. Kecil banget karena kami batasi jadi risikonya enggak berat,” kata Kartika.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon meyakini bank-bank di Indonesia masih memiliki daya tahan yang kuat kendati posisi rupiah terkoreksi.

“Namun kalau rupiah melemah terlalu dalam, pasti sangat berdampak kepada kegiatan perbankan,” kata Nelson.

Nelson mengungkapkan kuatnya daya tahan bank juga tercermin dari besaran rasio kecukupan modal.

Menurutnya, hasil kajian OJK menunjukkan jika aturan Basel 3 diterapkan sekarang secara penuh, semua bank di Indonesia telah dapat memenuhi syarat tersebut.

Adapun, hingga April 2015, posisi capital adequacy ratio (CAR) kalangan bank umum konvensional berada di posisi 20,79%.

Nelson meyakini, hingga akhir tahun nanti, posisi tersebut akan tetap stagnan pada kisaran 20% disumbang adanya komitmen pemilik bank untuk menjaga rasio kecukupan modal entitas keuangan yang dimiliki.

“Bisa lewat tambah modal atau setoran, bisa juga dengan rights issue, atau undang strategic partner,” ujar dia.

BISNIS


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*