Bank Dunia: Pertumbuhan Asia Pasifik Timur Solid

INILAHCOM, Jakarta – Laporan terbaru Bank Dunia menyatakan kawasan Asia Timur dan Pasifik tetap solid dan menjadi salah satu mesin pertumbuhan perekonomian global. Itu, meskipun adanya tren perlambatan pada 2015.

“Pertumbuhan negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik diperkirakan tetap solid, namun melihat adanya tren pelambatan maka para pembuat kebijakan diharapkan tetap fokus pada reformasi struktural yang berdasarkan pembangunan yang berkelanjutan, jangka panjang dan inklusif,” tegas Wakil Presiden Bank Dunia Axel von Trotsenburg dalam keterangan tertulis, Senin (05/10/2015).

Axel menambahkan reformasi struktural yang diperlukan termasuk perbaikan kebijakan sektor keuangan, ketenagakerjaan dan pasar produk, seperti halnya perbaikan transparansi dan akuntabilitas.

“Kebijakan-kebijakan ini akan meyakinkan investor dan pasar, serta membantu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat pengentasan dari kemiskinan,” terang Axel yang menambahkan kawasan Asia Timur dan Pasifik diharapkan tumbuh 6,5 persen pada 2015.

Laporan berfokus pada tantangan global seperti pemulihan ekonomi negara-negara maju yang berlangsung secara bertahap, perdagangan global berkembang, namun dengan kecepatan rendah sejak 2009, dan tren pelambatan di negara-negara berkembang, khususnya negara produsen komoditas karena harga komoditas yang melemah.

Dalam laporan ini, ekonomi China harapannya tumbuh sekitar tujuh persen pada 2015 dan perlahan melambat setelahnya, karena perekonomian China kini lebih berorientasi pada konsumsi domestik dan sektor jasa, yang menandakan kemungkinan penurunan pertumbuhan secara bertahap.

Negara-negara berkembang lainnya di Asia Timur diperkirakan tumbuh 4,6 persen pada 2015, sama dengan tahun lalu. Indonesia, Malaysia dan Mongolia akan mengalami perlambatan pertumbuhan dan perlemahan pendapatan negara, sebagai imbas turunnya harga komoditas global.

Sedangkan, laporan tersebut menyatakan, negara-negara importir komoditas akan bertahan stabil bahkan tumbuh, misalnya seperti Vietnam, yang diharapkan bisa tumbuh 6,2 persen pada 2015 dan 6,3 persen pada 2016.

Namun pertumbuhan akan berkurang di Kamboja akibat rendahnya hasil panen pertanian yang berdampak negatif pada ekonomi, meskipun pertumbuhan tetap tinggi di angka 6,9 persen. Di Myanmar, musibah banjir yang terjadi pada Juli 2015 melemahkan pertumbuhan ke angka 6,5 persen, dari 8,5 persen pada 2014. Untuk negara-negara di Kepulauan Pasifik, pertumbuhan tetap stabil.

Laporan juga berasumsi akan terjadi pelambatan secara bertahap terhadap ekonomi China pada 2016-2017. Skenario ini muncul karena adanya berbagai kebijakan di China yang dinilai bisa mengendalikan dan menangani risiko penurunan ekonomi.

Kebijakan tersebut termasuk tingkat rasio utang negara yang tidak terlalu tinggi, aturan pelarangan tabungan di luar sistem perbankan, dan besarnya peran negara dalam sistem keuangan. Dampak perlambatan ekonomi China dapat dirasakan di seluruh kawasan, terutama di negara-negara yang terhubung dengan Tiongkok melalui perdagangan, investasi dan pariwisata.

Laporan mengasumsikan adanya kenaikan secara bertahap suku bunga The Fed dalam beberapa bulan ke depan. Meski kenaikan telah diantisipasi serta diharapkan berlangsung secara teratur, ada risiko pasar bereaksi terhadap pengetatan tersebut, yang bisa menyebabkan depresiasi mata uang, meningkatnya imbal hasil surat utang negara, berkurangnya aliran dana dan pengetatan likuiditas.

Menghadapi tantangan tersebut, laporan ini menekankan dua prioritas di kawasan Asia Timur dan Pasifik yaitu manajemen makroekonomi yang baik demi melindungi kelemahan-kelemahan eksternal dan fiskal serta reformasi struktural yang lebih mendalam serta fokus pada upaya menarik investasi swasta. [tar]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*