Bagaimana Nasih Fed di Era Trump?

INILAHCOM, New York – Saat kampanye, Donald Trump mengkritik kebijakan Fed. Trump memiliki ramuan ekonomi dengan stimulus fiskal.

Caranya dengan meningkatkan belanja infrastruktur dan pemotongan pajak untuk perusahaan dan orang kaya. Namun Gubernur Fed, Janet Yellen keberatan dengan kebijakan moneter yang selama ini dilakukan lembaganya.

Di hadapan Komie Ekonomi Kongres AS, Yellen menekankan pentingnya bank sentral terpisah dari proses politik. Penegasan ini untuk menggarisbawahi pernyataan Trump dalam putaran kampanye kemarin, seperti mengutip cnbc.com.

Dari sisi ekonomi, Trump juga dinilai sering mengeluarkan pernyataan kontroversial. Oleh karena itu saat berpeluang besar mengalahkan capres dari Partai Demokrat, pasar modal merespon secara negatif. Walaupun akhirnya situasinya dapat positif lagi.

Bursa yang berbalik arah tersebut setelah mencerna pidato kemenangannya. Trump menegaskan lagi kebijakannya untuk kepentingan masyarakat AS. Trump pun menegaskan lagi komitmennya untuk meningkatkan belanja infrastruktur dan pemangkasan pajak.

Kampanyenya yang bertumpu pada stimulus fiskal sangat berseberangan dengan kebijakan Fed yang di ranah stimulus moneter dengan mengutak-atik suku bunga acuan. Jadi saat kampanye saja, pernyataan Trump sudah mengancam independensi Fed sebagai bank sentral.

Saat ini, Trump sudah jadi orang nomer satu di negara paman Sam ini. Tump bisa saja menaruh orangnya untuk mengisi dua kursi dewan Fed yang masih kosong.

Yellen pun besar kemungkian tidak diperpanjang setelah satu periode tugasnya pada tahun 2018. Atau bisa jadi, Trump akan memaksa Yellen untuk mengundurkan diri sebelum masa tugasnya berakhir.

Situasinya bisa diseting seolah pasar mengukum karena tidak independen lagi sebagai bank sentral. Saat Obama berkuasa memang Fed seperti tidak tersentuh kepentingan Gedung Putih.

Bila Trump komitmen untuk mewujudkan janji kampanyenya, ia harus menaru orang menjadi gubernur Fed. Tujuannya untuk memudahkan kebijakan ekonominya seperti melemahkan dolar.

Alan Greenspan saat menahkodai Fed membuat lembaga tersebut selayaknya monarki absolut. Kemudian bergeser menjadi sebuah monarki konstitusional di bawah penggantinya, Ben Bernanke.

Sementara di bawah Yellen mungkin bisa digambarkan sebagai republik demokratis. Seiring bergantinya rezim, Fed dapat bertransformasi dengan merombak anggota FOMC untuk dapat mengurangi porsi kebijakan moneternya.

Tentu saja, Trump mungkin dapat mengubah komposisi Dewan Fed dari waktu ke waktu, dengan menunjuk gubernur baru ketika Stanley Fischer, Lael Brainard, Daniel K. Tarullo, dan Jerome H. Powell mengundurkan diri atau istilah mereka berakhir.

Tetapi jika Trump mengambil opsi ini, pasar masih akan mengawasi kebijakan Fed. Jika terus pertumbuhan rendah dan inflasi yang rendah tidak membenarkan cepat kenaikan suku bunga, sebuah hawkish Fed  yang menimbulkan tarif tetap maka akan menghadapi reaksi pasar.

Jadi masih prematur dan berlebihan nada hawkishness akan memperkuat AS dolar DXY, + 0,04% dan meningkatkan defisit perdagangan AS secara tajam. Ini bisa merusak tujuan yang dinyatakan Trump untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan kelas pekerja.

Trump mungkin menghindari reaksi politik seperti itu jadi harus menunjuk Gubernur Fed yang dovish. Tujuannya untuk mendukung kebijakan melemahkan dolar AS.  

 


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*