Aset Berisiko Jadi Perburuan, Rupiah Melambung

Aset Berisiko Jadi Perburuan, Rupiah Melambung

INILAHCOM, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, nilai tukar rupiah melambung 2,05% seiring perburuan pasar pada aset-aset berisiko. Apa yang memicu perburuan tersebut?

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dilansir Bank Indonesia, dalam sepekan terakhir, nilai tukar rupiah menguat 239 poin (2,054%) ke 11.395 per 7 Maret dibandingkan akhir pekan sebelumnya 11.634 pada 28 Februari 2014.

Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities mengatakan, laju nilai tukar rupiah masih bertahan di zona hijau sepanjang pekan kemarin. “Laju nilai tukar rupiah mampu bertahan positif tidak seirama dengan laju IHSG yang terhempas ke zona merah di awal pekan,” katanya kepada INILAHCOM, di Jakarta, Minggu (9/3/2014).

Meski rilis neraca perdagangan Januari kembali mencatatkan defisit, dapat diimbangi dengan rendahnya rilis inflasi bulanan dibandingkan bulan Januari dan bahkan masih lebih rendah dari bulan Februari tahun sebelumnya.

Apalagi, kata dia, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengimbanginya dengan merilis bahwa surplus perdagangan periode Desember 2013 merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir setelah surplus US$602,6 juta pada Desember 2011. “Tentu rilis tersebut direspons dengan sangat baik oleh pelaku pasar,” ujarnya.

Pasar juga menyadari, kembali defisitnya neraca perdagangan Januari karena berkurangnya ekspor bahan mentah akibat kebijakan pemerintah. “Laju nilai tukar rupiah juga sempat terkoreksi setelah pelaku pasar merespons negatif ketegangan yang terjadi di Ukraina yang membuat pelaku pasar beralih pada mata uang save heaven dolar AS,” tuturnya.

Meski sempat beredar adanya penarikan sebagian militer Rusia dari daerah Ukraina, menurut Reza, pelaku pasar masih mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi di Ukraina. “Termasuk, bila Rusia kembali menempatkan militernya,” timpal dia.

Keingingan rupiah untuk dapat menguat pun kandas dengan aksi beli pelaku pasar terhadap dolar AS. “Pelemahan rupiah juga didukung terdepresiasinya laju yuan China dan dolar Australia setelah The Reserve Bank of Australia (RBA) menyatakan masih perlunya menjaga tingkat pinjaman dengan pelemahan dolar Australia,” papar Reza.

Di lain hari, laju nilai tukar rupiah kembali menguat, bahkan lebih tinggi dari pencapaian di awal pekan setelah dipicu kembali meningkatnya aksi beli pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko. “Pasar memanfaatkan penilaian meredanya potensi konflik yang terjadi di perbatasan Ukraina dan Rusia di mana militer Rusia mendapat perintah untuk menarik mundur,” ungkap dia.

Rupiah juga terbantu oleh terapresiasinya dolar Australia pasca dirilis data Australia, terutama kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB). Apalagi, rilis penurunan ISM non-manufacturing PMI dan markit services PMI AS yang dibarengi dengan rilis penambahan pekerja AS yang di bawah estimasi, memberikan gambaran masih melambatnya perekonomian AS dan memperlemah dolar AS.

Selain itu, kondisi dalam negeri yang dinilai mulai membaik turut memberikan imbas positif bagi laju pergerakan nilai tukar rupiah. Rupiah dapat kembali melanjutkan penguatannya. “Rupiah berhasil sempat lewati resisten Rp11.757-11.598 namun, juga sempat mendekati level suppor tersebut,” imbuh Reza. [jin]


Sumber: http://www.inilah.com/rss/feed/pasarmodal/

Speak Your Mind

*

*