Ancaman banjir minyak kian nyata

JAKARTA. Harga minyak kembali terperosok, di tengah kekhawatiran banjir pasokan. Menteri Perminyakan Venezuela bahkan memprediksikan, harga minyak dapat menyentuh US$ 20 per barel jika Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tak segera menstabilkan harga.

Mengutip Blomberg, Senin (23/11) pukul 17.17 WIB, harga minyak kontrak pengiriman Januari 2016 di New York Merchantile Exchange turun 3,05% dibanding hari sebelumnya menjadi US$ 40,62 per barel. Sepekan terakhir, harga minyak tergerus 5,07%.

Menteri Perminyakan Venezuela Eulogio Del Pino, menyatakan, Arab Saudi dan Qatar saat ini sedang mempertimbangkan usulan Venezuela untuk mencapai keseimbangan harga di US$ 88 per barel. Negara anggota OPEC akan mengadakan pertemuan di Wina, Austria pada 4 Desember mendatang.

Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures menilai, Arab Saudi akan mempertimbangkan cadangan devisa yang kini semakin menipis akibat merosotnya harga minyak.

“Apabila Arab Saudi tidak memangkas produksi, maka dikhawatirkan negara tersebut akan menghadapi krisis di tahun depan,” paparnya. Efek Iran dan Indonesia Ancaman kenaikan pasokan dari Iran dan Indonesia akan menjadi pertimbangan OPEC.

Iran memberi sinyal akan meningkatkan produksi menjadi 1 juta barel per hari dalam lima hingga enam bulan. Sedangkan Indonesia akan kembali bergabung menjadi anggota OPEC, setelah keanggotaannya dibekukan Januari 2009 karena dianggap bukan lagi eksportir minyak.

Di luar OPEC, Amerika Serikat (AS) pun mulai membatasi produksi. Hal ini terlihat dari jumlah rig pengeboran AS yang terus menurun. Terkait kekhawatiran Venezuela,

Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Faisyal menduga, biaya produksi mungkin sudah melebihi harga saat ini. Jika harga semakin turun, keuntungan Venezuela mungkin minus.

“Venezuela merupakan negara yang mengandalkan minyak sebagai sumber pendapatan utama,” ujarnya.

Jika OPEC mempertahankan pasokan, Faisyal menduga, harga minyak bergerak sekitar US$ 30-US$ 37 per barel di akhir tahun. Jika produksi dipangkas, harga bisa mencapai US$ 50 per barel.

Secara teknikal, Deddy melihat, harga bergulir di bawah moving average (MA) 50, MA100 dan MA200. Relative strength index (RSI) bergerak di level 37 cenderung melemah. Stochastic cenderung melemah di level 46.

Lalu moving average convergence divergence (MACD) minus 1,2. Selasa (24/11), prediksi Deddy, harga minyak akan melemah di rentang US$ 40- US$ 42 per barel dan US$ 39-US$ 43,3 per barel dalam sepekan ke depan. Prediksi Faisyal, harga minyak sepekan ke depan berada di US$ 37,75-US$ 44,10 per barel.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*