ADB Pangkas Pertumbuhan Asia

INILAHCOM, Hong Kong – Pertumbuhan lemah di China tahun 2015 ini diperkirakan menyebabkan pelambatan di seluruh Asia. Bank Pembangunan Asia (ADB) mengatakan itu ketika menjadi lembaga utama terbaru yang merevisi turun perkiraannya untuk ekonomi nomor dua dunia.

ADB juga memperingatkan bank-bank sentral bersiap menghadapi ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve AS, dengan banyak negara sudah melihat arus keluar modal besar karena para dealer mencari investasi di AS yang lebih aman.

Laporan itu muncul ketika pasar telah terpukul oleh volatilitas ekstrim yang didorong oleh kekhawatiran atas perekonomian China dan manajemen para pemimpinnya setelah devaluasi mengejutkan mata uang yuan pada bulan lalu.

“Kombinasi dari prospek moderat di Tiongkok dan India, bersama-sama dengan pemulihan tertunda negara-negara maju, membebani perkiraan kami untuk kawasan secara keseluruhan,” tegas Kepala Ekonom ADB Shang-Jin Wei, yang mempresentasikan laporan di Club Foreign Correspondents di Hong Kong.

Dalam perbaruan atas laporan Asian Development Outlook (ADO) yang rilis, Maret 2015, bank kini mengatakan pertumbuhan di wilayah tersebut akan mencapai 5,8 persen tahun ini dan 6,0 persen pada perkiraan 2016. Proyeksi pada Maret adalah 6,3 persen untuk kedua tahun (2015 dan 2016). Inflasi di kawasan berkembang Asia diperkirakan akan menurun lebih lanjut, sebagian karena menurunkan harga komoditas global.

Wei mengatakan prospek keseluruhan untuk wilayah itu “masih positif” tapi telah dipengaruhi oleh pembalikan arus modal dan harga komoditas yang melemah untuk eksportir, sebagian terkait dengan pelambatan China. “Kawasan berkembang Asia diperkirakan akan terus menjadi berkontributor terbesar untuk pertumbuhan global meskipun dalam jumlah sedang,” terang Wei.

Namun, China, pendorong utama pertumbuhan ekonomi global, tumbuh 6,8 persen tahun 2015, bukan 7,2 persen seperti perkiraan sebelumnya, menyusul aliran indikator lemah termasuk pada perdagangan, inflasi, investasi dan belanja konsumen. Kekhawatiran suku bunga AS ADB memprediksi tingkat pertumbuhan China akan menjadi yang paling lambat sejak 1990, setahun setelah tindakan kekerasan di Lapangan Tiananmen yang menyebabkan sanksi global terhadap Beijing. Itu juga di bawah target resmi Tiongkok untuk tahun ini sekitar 7,0 persen.

Tetapi ia mengatakan pembicaraan tentang jatuhnya pertumbuhan China adalah berlebihan. Ia menambahkan bahwa volatilitas saham-saham tidak mungkin memiliki efek yang bertahan lama terhadap pertumbuhan. Ia menambahkan bahwa Asia Tenggara menanggung beban dari pelambatan Tiongkok, dengan pertumbuhan di Asia Tenggara tahun ini diletakkan di 4,4 persen, sebelum naik menjadi 4,9 persen pada 2016.

Jurgen Conrad, kepala unit ekonomi ADB, mengatakan kepada wartawan di Beijing bahwa revisi itu terutama karena pemulihan tertunda di negara-negara industri mengurangi permintaan ekspor.

Pekan lalu OECD memangkas proyeksi pertumbuhan 2015 untuk Tiongkok sebesar 0,1 persentase poin menjadi 6,7 persen. Proyeksi untuk India juga diturunkan menjadi 7,4 persen dari 7,8 persen, tertekan oleh lambannya reformasi oleh pemerintah baru dan melemahnya permintaan eksternal, kata laporan itu.

ADB mendesak bank-bank sentral regional untuk bergerak sekarang pada kebijakan moneter mereka guna bersiap menghadapi kenaikan suku bunga AS, yang Ketua Fed Janet Yellen katakan akan datang sebelum akhir tahun.

“Untuk mengatasi dampak dari kenaikan suku bunga AS, otoritas kebijakan moneter di negara-negara berkembang Asia perlu menemukan keseimbangan antara menstabilkan sektor keuangan dan merangsang permintaan domestik,” laporan itu memperingatkan.

Sebuah pengetatan kebijakan moneter AS kemungkinan akan menyebabkan pelarian modal yang sangat dibutuhkan dari negara-negara berkembang, karena para pedagang pindah ke Amerika Serikat mencari imbal hasil yang lebih baik.

Ini pada gilirannya akan memberikan tekanan pada bank-bank sentral untuk mengangkat suku bunganya sendiri dalam upaya melindungi mata uang mereka, pada saat mereka sedang berjuang untuk mendorong pertumbuhan domestik yang melemah.

Pasar dunia terguncang setelah Fed pada Kamis lalu mengumumkan menunda kenaikan suku bunga, dengan Yellen mengutip ancaman terhadap ekonomi AS yang disebabkan oleh ekonomi China sebagai alasan utama untuk keputusan tersebut. [tar]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*